Khamis, 14 Julai 2011

makanan haram/halal

Last week masa pegi Johor...ada bersembang dengan pakcik belah suami pasal daging******.....sedikit terkejut apabila dia kata minyak/gelatin dari sumber*****  boleh makan la....maksud dia apabila struktur benda tu dah menjalani proses-proses yang sepatutnya. Aku bab2 gini memang sedikit ortodok apatah lagi bila terbaca penyelidikan saintis2 mengenai betapa tak eloknya benda tu....untuk dapat kepastian pasal benda tu aku telah google dan terjumpa perbincangan mengenai isu ini:
Bagaimana Hukumnya Marsmallow
” ketegori Muslim. Assalamualaikum,
Saya adalah guru di sebuah SD Islam. Dua hari yang lalu, anak-anak didik saya mendapat katering yang salah satu itemnya adalah makanan kecil berupa mars mallow. Saya cukup kaget, sebab pernah baca bahwa mars mallow mengandung minyak babi. Apalagi pada kemasan makanan itu tidak ada tanda halalnya dan berupa tulisan Cina.
Ketika saya konfirmasi lagi ke guru lain dan wakil kepsek, mereka masih ingin bukti bahwa mars mallow itu halal atau haram, sedangkan artikel tentang mars mallow, tidak saya simpan.
Mohon ustadz jelaskan bagaimana sebenarnya mars mallow itu. Dan bagaimana caranya supaya saya bisa meyakinkan rekan-rekan di sekolah supaya tidak mengkonsumsi suatu yang syubhat. Mereka memang banyak yang belum tahu. Walaupun sekolah saya sekolah Islam terkenal tapi perhatian ke arah makanan halal dan haram, agak kurang. Seperti masih ada yang menjadikan Hoka-hoka Bento sebagai komsumsi anak-anak. Terima kasih untuk jawabannya.
Herti Windya Puspasari
Jawaban
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Kekhawatiran Anda itu barangkali karena banyak tulisan yang cenderung berhati-hati dalam masalah kehalalan makanan. Salah satunya barangkali apa yang ditulis di Republika oleh Ir. Muti Arintawati MSi, auditor LP POM MUI. Intinya beliau mengingatkan kepada kita agar berhati-hati mengkonsumsi makanan yang mengandung gelatin. Dan menurutnya, marshmallow yang beredar di negeri kita, adalah hasil impor dari luar negeri, yang tidak ada jaminan gelatinnya bukan dari babi.
Beliau menuliskan bawa bahan utama yang digunakan untuk membuat marshmallow modern adalah gelatin, putih telur, gula atau sirup jagung, dan flavoring. Letak kekhawatirannya ada pada gelatin, yang menurutnya banyak yang terbuat dari babi.
Jika gelatin berasal dari babi maka sudah jelas statusnya menjadi haram. Akan tetapi meskipun berasal dari sapi, cara penyembelihannya perlu diketahui untuk memastikan kehalalannya. Menurut beliau, kewaspadaan terhadap produk marshmallow ini semakin perlu dipertinggi karena pada kenyataannya, produk marshmallow yang beredar di pasaran Indonesia masih merupakan produk impor. Jenis gelatin yang digunakannya jarang dinyatakan secara jelas. Sementara, penggunaan gelatin ikan pada produk marshmallow masih sangat terbatas.
Ada beberapa produk marshmallow untuk vegetarian yang menggunakan gelatin ikan atau bahkan membuatnya secara tradisionil menggunakan bahan baku akar marshmallow. Akan tetapi sayangnya produk-produk vegetarian tersebut tergolong mahal.
Sikap beliau sebagai auditor memang perlu kita hargai. Dan kita yakin bahwa niat dan tujuannya baik, yaitu mengingatkan kita agar terjaga dari mengkonsumsi dari memakan makanan yang haram. Sebagai petugas, beliau sudah menjalankan tugasnya dengan baik.
Kaidah Fiqih
Di sini kami akan memberikan ulasan singkat tentang kaidah fiqih dalam masalah kehalalan makanan. Hukum halal tidaknya suatu makanan, berbeda dengan hukum ibadah ritual atau mahdhah.
Prinsip dasar ibadah ritual adalah segala bentuk ibadah ritual itu haram dikerjakan, kecuali bila ada dalil yang memerintahkannya. Segala gerakan shalat itu haram, kecuali bila ada dalil shahih dari Rasulullah SAW untuk melakukannya.
Sedangkan masalah di luar ibadah ritual, termasuk masalah kehalalan makanan, prinsipnya terbalik. Segala makanan itu halal hukumnya, kecuali yang disebutkan keharamannya. Kalau logikanya mengikuti logika ibadah ritual, maka hanya sedikit sekali yang boleh dimakan umat Islam. Sebab kalau tidak ada keterangan yang menghalalkannya di dalam Al-Quran atau As-Sunnah, hukumnya haram.
Lalu bagaimana kita boleh makan mangga, rambutan, pisang, jeruk, nasi, lontong, bakmi, pecel dan tahu gejrot, sementara tidak ada satu pun hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW pernah memakannya?
Demikian juga dengan makanan hewani, kalau semua harus disebutkan di dalam Al-Quran, tentu kita tidak bebas memilih makanan.
Karena itu, ketahuilah bahwa dalam masalah makanan dan kehalalannya, prinsipnya sederhana. Yaitu asal hukum semua makanan itu halal, kecuali yang disebutkan keharamannya.
Gelatin Babi dalam Pandangan Ulama Dunia
Ada satu informasi menarik yang perlu juga kita pahami. Bahwa keharaman gelatin babi ini ternyata tidak sepenuhnya disepakati para ulama. Ada yang menyatakan haram seperti LP-POM MUI, namun nyatanya ada juga para ulama dunia yang menghalalkannya. Jadi hukumnya masih boleh dibilang ikhtilaf di antara para ulama.
Menarik untuk kita kaji fatwa para ulama yang tertuang dalam Rekomendasi Muktamar ke VII Munadzomah Al-Islamiyyah dalam bidang ilmu kedokteran di Kuwait. Para ulama itu menyebutkan bahwa bila babi sudah mengalami proses perubahan jati diri , maka bisa menjadi halal.
Muktamar yang digelar dari tanggal 22-24/12/1415 bertepatan dengan 22/24/5/1995 adalah muktamar para ulama kaliber dunia yang duduk bersama membahas hal-hal yang berkaitan dengan zat-zat yang diharamkan dan najis yang terdapat dalam makanan dan obat-obatan. Berikut ini cuplikannya yang barangkali bermanfaat buat Anda yang bisa Anda rujuk ke kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu karya Dr. Wahbah Zuhaili jilid VII halaman 5265.
Dzat-dzat makanan yang mempergunakan lemak babi dalam pengolahannya tanpa ada perubahaan dzatnya seperti dalam keju, mentega, minyak, biskuit, cokelat dan es krim adalah haram dan tidak halal memakannya secara mutlak. Hal tersebut didasarkan adanya ijma’ para ahli ilmu atas kenajisan lemak babi dan ketidak-halalan memakannya. Dan disebabkan tidak adanya kedaruratan untuk mengkonsumsi bahan makanan tersebut.
Al-istihalah berarti perubahan satu dzat menjadi dzat yang lain yang berbeda sifat-sifatnya, merubah dzat-dzat yang najis dan yang mengandung najis menjadi dzat-dzat yang suci dan merubah dzat-dzat yang haram menjadi dzat-dzat yang dihalalkan secara syara’. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka:
  1. Gelatin yang terbuat dari prosaes penyulingan tulang hewan yang najis dan kulitnya adalah suci dan halal dimakan.
  2. Sabun yang dihasilkan dari proses penyulingan lemak babi atau bangkai menjadi suci dengan proses istihalah tersebut dan boleh untuk dipergunakan.
  3. Krim dan bahan-bahan kosmetika yang dalam proses pengolahannya mempergunakan lemak babi tidak boleh dipergunakan kecuali jika proses istihalah telah terbukti dan dzatnya telah berubah. Tetapi jika hal tersebut tidak terbukti maka semuanya masih dianggap najis.
Mungkin Anda akan sedikit bingung dengan fatwa para ulama kaliber dunia dalam kehalalan gelatin ini. Bahkan mungkin yang paling bingung adalah Ibu Ir. Muti Arintawati, MSi., auditor LP POM MUI. Sebab dengan amat yakinnya beliau menyatakan bahwa gelatin babi itu haram, tiba-tiba para ulama dunia yang berkumpul di Kuwait menyatakan kehalalannya.
Namun keterkejutan mereka tidak perlu terlalu lama, sebab memang demikianlah wajah dunia fiqih. Selalu ada perbedaan pandangan, antara yang menghalalkan dan yang mengharamkan. Antara yang terlalu berhati-hati dengan yang memudahkan. Semuanya adalah ijtihad, bila benar akan mendapat 2 pahala dan bila salah akan mendapat 1 pahala.
Lalu bagaimana sikap kita? Makan atau tidak?
Kembali kepada keyakinan mana yang kita pegang. Keduanya adalah pilihan yang sama-sama dilandasi ijtihad para ulama. Sama-sama boleh dipegang dan sama-sama punya kajian mendalam.
Namun kalau boleh kami memberi saran, sebaiknya kita meninggalkan hal-hal yang meragukan kepada hal-hal yang kita yakini kebenarannya. Akan tetapi kita tetap harus jujur dengan kajian ilmiyah para ulama dengan ragam pendapatnya, apa adanya kita ungkap dan kita sampaikan. Tetapi pilihan kembali kepada masing-masing kita.
Wallahu a’lam bishshawab wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber Bagaimana Hukumnya Marsmallow : http://assunnah.or.id
 ** tak berkesempatan lagi untuk merujuk Kitab Fiqh Sunnah
Bila hati rasa sunyi..jiwa rasa sedikit stress....aku suka sangat mencari sesuatu untuk menyuntik semangat yang pudar...Alhamdulillah..bila membaca tulisan-tulisan orang lain dalam blog masing-masing terutama  kak hidayah berjaya menyuntik kembali semangat diri ini yang hampir tersungkur. terima kasih YA ALLAH...

Mengimbau kembali apa yang telah aku lakukan beberapa minggu yang lepas membuatkan aku stress...apatah lagi apabila memikirkan tak banyak input yang aku perolehi yang dapat membantu aku dalam jejak PHD ini. sesekali terfikir.... bodoh sangatkah aku ini sampai susah sangat nak memamhami apa yang aku baca ...suka sangat aku untuk membandingkan diri dengan orang lain yang hebat dalam bidang mereka.....jika dibandingkan dengan aku amatlah jauh seumpama melukut di tepi gantang.HUISH..... teruk betul pemikiran aku rupanya.

ku harus bersyukur dengan anugerah Ilahi....sebenanya setiap manusia diberi kelebihan masing-masing. samada dia mampu menggunakan kelebihan yang ada demi mengatasi kelemahan yang sering menghantui diri....hidup mesti diteruskan tanpa perlu bertangguh...bukan tidak boleh menoleh ke belakang tapi sekadar menjadi cermin untuk melihat apa-apa kemungkinan yang bakal berlaku dalam meneruskan kesinambungan penghidupan dengan perjalanan yang sesempurna mungkin... dengan melihat cermin sisi kita akan dapat menggagak jarak pemandu belakang sebelm cuba memotong pemandu di hadapan. begitulah kehidupan........ betapa sukarpun perjalanan kehidupan ia harus diteruskan. sekiranya kenderaan  yang digunakan sesuai dan langkah berwaspada diambil pasti kita akan berjaya menuju kejayaan yang diimpi.


INSYAALAH